KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
(Aviandri Cahya Nugroho, S.Pd., Gr – CGP Angkatan 4 Kab. Sragen)
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran hendaknya selalu mengikuti merupakan
filosofi Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara. Dalam filosofi tersebut dinyatakan
bahwa asas-asas pendidikan terdiri atas tiga semboyan yaitu Ing ngarso sung
tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. semboyan tersebut artinya
adalah "di depan memberi teladan", "di tengah membangun
motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan". Bagian dari
semboyan beliau yaitu Tut wuri handayani dijadikan sebagai slogan Kementerian
Pendidikan Nasioanal Indonesia. Ketiga semboyan ciptaan beliau seolah-olah tak
lekang oleh zaman artinya semboyan tersebut masih kontekstual dengan keadaan
sekarang di tengah derasnya arus perkembangan informasi dan teknologi.
Dalam diri seorang guru, melekat nilai-nilai positif yang diyakini dan
dipedomaninya. Nilai-nilai itu misalnya tanggungjawab, jujur,
integraitas, yang man itu berpengaruh pada pengambilan keputusan yang
tepat dan benar. Nilai-nilai positif yang lain seperti mandiri, reflektif,
kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut
merupakan prinsip yang dipegang teguh Ketika kita diperhadapkan pada situasi
dilema etika (benar vs benar maupun bujukan moral (benar vs salah). Menghadapi
dua situasi ini, kita harus berpikir secara cermat dan seksama untuk mengambil
keputusan yang benar.
Nilai-nilai positif dalam diri merupakan internalisasi dari implementasi
kompetensi social emosional kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran social
dan keterampilan berinteraksi social dalam mengambil keputusan secara
berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan konsekuensi buruk yang
akan terjadi.
Kemudian guru juga harus memiliki kemampuan
membimbing, among kata Ki Hajar Dewantara, pada modul sebelumnya disebut
coaching. Coaching merupakan bentuk komunikasi terstruktur, yang bertujuan
untuk mengoptimalkan potensi diri coachee melalui stimulasi pertanyaan efektif
dan memberdayakan pemikiran. Dalam proses pengambilan dan pengujian keputusan
yang dilakukan, fasilitator memfasilitasi dalam menerapkan prinsip-prinsip
coaching, penerapan 4 paradigma dilema, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9
langkah pengambilan dan pengujian keputusan dengan mengedepankan komunikasi
asertif. Fasilitator bertindak sebagai mitra yang memberdayakan melalui
pertanyaan-pertanyaan dan umpan balik terbuka, reflektif, dan mendalam sehingga
dapat menggunakan potensi, pengetahuan, dan pengalamannya dengan optimal dalam
melakukan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.
Pembimbingan yang telah dilakukan
oleh pendamping praktik dan fasilitator telah membantu saya berlatih
mengevaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah
berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan
apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.
TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka
belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal
ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid
agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model coaching yang
diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA
dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality,
Options dan Will.
Tidak hanya berkaitan dengan coaching,
kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional juga
akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. 5 kompetensi emosional memberi
dampak pada sebuah keputusan yang diambil. Pertama mengenai kesadaran diri,
seorang guru yang memiliki kesadaran diri yang tinggi akan lebih akurat dalam
mengambil sebuah keputusan, ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan mampu
memetakan permasalahan yang terjadi. Kedua manajemen diri, kemampuan ini
berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam mengontrol emosinya. Katakanlah
saat guru menghadapi murid yang bermasalah, jika manajemen diri guru tersebut
tidak baik pastilah guru tersebut akan meledak amarahnya dan bisa saja langsung
memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan. Yang ketiga kesadaran sosial, kemampuan
ini berhubungan dengan rasa empati ita kepada orang lain. Jika seorang guru
tidak mempunyai kesadaran sosial, maka ia akan gagal meihat sebuah masalah dari
berbagai sudut pandang. Ia hanya akan fokus pada kesalahan saja, tanpa ingin
tahu alasan dan akibat dari kesalahan tersebut. Jika ketiga kemampuan tadi
tidak dimiliki oleh guru, tentu saja kemampuan berelasi juga jauh dari kata
mampu. Pastinya hubungan guru dan murid menjadi rusak, tidak hanya itu hubungan
guru bahkan sekolah dengan orang tua/masyarakat juga menjadi buruk. Dan
kompetensi terakhir adalah pembuatan keputusan yang bertanggung jawab, hal ini
juga akan gagal dilalui jika keempat kompetensi sosial emosional tidak
dimilikinya. Kita bisa melihat, keputusan yang diambil mungkin akan membuatnya
menjadi dilema dan juga penyesalan setelahnya.
Oleh karena itu, untuk hal yang berhubungan dengan
moral dan etika seharusnya kembali kepada nilai-nilai kebajikan yang kita anut.
Agar pengambilan keputusan yang kita lakukan dapat menjadikan budaya positif
sehingga terbentuklah lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman.
Sebab jika pengambilan keputusan tanpa pengujian dan mempertimbangan
nilai-nilai kebajikan, maka akan ada pihak-pihak yang tersakit dan lebih parah
lagi bisa saja pihak tersebut menebarkan kebencian yang dapat merusak
lingkungan positif di sekolah.
Dalam penerapan pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan dilema etika, ada sebuah kesulitan yang terasa sulit di
sekolah saya. Yaitu biasanya murid-murid yang tidak dihukum sesuai peraturan
karena sebuah pelanggaran sebab diberi kesempatan untuk memperbaiki diri,
murid-murid ini cenderung akan mengulang kesalahan yang sama sampai berulang
kali sebanyak kesempatan yang diberi. Nanti beberapa diantaranya ada yang
benar-benar mengambil kesempatan tersebut, tetapi ada juga yang tetap
mengabaikannya. Hal ini terkadang menggoda guru atau pihak sekolah untuk
mengambi keputusan sesuai peraturan saja tanpa memberi terlalu banyak kesempatan.
Namun, tetap saja kami para guru meski agak kecewa tetapi tetap saja
mengutamakan pengambilan keputusan dengan menjunjung tinggi niai-nilai
kebajikan.
Dengan harapan adanya pengaruh baik bagi para murid
meski pengaruh tersebut baru mereka rasakan pada kesempatan yang kesekian yang
telah diberi. Pengambilan keputusan ini begitu berpengaruh dengan pengajaran
memerdekakan murid. Kita memberi mereka kesempatan untuk mengenal diri,
memperbaiki diri. Kita membantu mereka membimbingnya kearah yang lebih baik.
Kita mendukung mereka melakukan perubahan diri. Hal ini merupakan sebuah
pengajaran yang kita lakukan yaitu pengajaran yang memerdekakan murid.
Dengan demikian, tanpa kita sadari pengambilan
keputusan yang teah kita lakukan ini dapat mempengaruhi masa depannya. Misal
dengan kesempatan-kesempatan yang telah kita berikan dapat membuat mereka
menuju pada perubahan positif dan menjadi lebih baik kehidupannya. Andai kata
tidak ada kesempatan yang kita beri, mungkin saja mereka akan semakin jauh dari
kesuksesan yang mereka nanti.
Oleh sebab itu, sebagai pemimpin pembelajaran kita
harus mempunyai nilai-nilai kebajikan dalam diri, kemampuan sosial emosional,
kemampuan coaching, agar kita juga mempunyai kemampuan mengambil keputusan yang
dapat memberi pengajaran yang memerdekakan murid sehingga mereka terbentuk
menjadi manusia yang diharapkan kehadirannya di lingkungan mereka tinggal.
Demikian
artikel ini terima kasih. Salam Guru Penggerak.
Bergerak,
Tergerak dan Menggerakkan