KALIMAT BAKU
Ada beberapa istilah yang dalam konteks soal tes memiliki pengertian yang sama atau dapat disamakan dengan kalimat baku. Istilah-istilah itu, misalnya, kalimat efektif dan kalimat yang baik dan benar. Kalimat baku adalah sebuah kalimat standar yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah. Penulisan karya ilmiah mempergunakan kalimat-kalimat yang secara umum dikenal sebagai ragam tulis formal. Meskipun banyak di antara kita pernah membaca atau bahkan menulis karya ilmiah, kemampuan kita mengenali atau menulis dengan kalimat yang baku masih sedikit yang memilikinya.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika memenuhi syarat-syarat: (1) struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi. Jika ada yang tidak terpenuhi, kalimat tersebut tidak dapat disebut kalimat baku.
Struktur Kalimat
(6) Sebab tidak belajar semalam, Andika tidak bisa menjawab soal itu.
P K S P O
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku jika memenuhi syarat-syarat: (1) struktur kalimat, (2) bentukan kata, (3) makna kalimat, dan (4) kaidah ejaan. Keempat syarat tersebut harus dipenuhi. Jika ada yang tidak terpenuhi, kalimat tersebut tidak dapat disebut kalimat baku.
Struktur Kalimat
Syarat struktur kalimat adalah syarat yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kalimat. Berikut ini beberapa kaidah kalimat yang sering diabaikan sehingga kalimat yang kita buat bukanlah sebuah kalimat baku.
Memiliki S dan P
Memiliki S dan P
Kalimat baku harus memiliki S dan P. Ketidakhadiran S atau P menyebabkan kalimat tidak baku.
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
Jika dianalisis unsur-unsurnya, kalimat tersebut tidak memiliki S. Kelompok kata dalam rapat itu berfungsi sebagai K sebab merupakan frase preposisional yang diawali preposisi dalam. Kata membahas menempati fungsi P. Kelompok kata masalah kenaikan gaji pegawai adalah O kalimat itu. Pola kalimat tersebut adalah
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
K P O
(1) Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
K P O
Karena itu, kalimat tersebut tidak merupakan kalimat baku. Agar menjadi kalimat baku, perbaikan dapat dilakukan sebagai berikut:
Menghilangkan preposisinya sehingga menjadi frane nominal, dengan demikian kalimat itu menjadi
(1a) Rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
S P O
Menghilangkan preposisinya sehingga menjadi frane nominal, dengan demikian kalimat itu menjadi
(1a) Rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
S P O
Mengubah kata kerja membahas dalam kalimat itu menjadi dibahas sehingga kalimat itu menjadi
(1b) Dalam rapat itu dibahas masalah kenaikan gaji pegawai.
K P S
(1b) Dalam rapat itu dibahas masalah kenaikan gaji pegawai.
K P S
Perhatikan kalimat (2) di bawah ini!
(2) Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
Analisis unsurnya menunjukkan kelompok kata kecelakaan lalu lintas menempati S, sedangkan sebab kecerobohan sopir yang merupakan frase preposisional (diawali sebab yang pada kalimat itu menjadi kata depan) dan menempati fungsi K. Dengan demikian, kalimat tersebut berpola
(2) Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
S K
(2) Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
Analisis unsurnya menunjukkan kelompok kata kecelakaan lalu lintas menempati S, sedangkan sebab kecerobohan sopir yang merupakan frase preposisional (diawali sebab yang pada kalimat itu menjadi kata depan) dan menempati fungsi K. Dengan demikian, kalimat tersebut berpola
(2) Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
S K
Ternyata kalimat tersebut tidak memiliki P sehingga dapat dianggap sebagai kalimat tidak baku. Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara
Mengubah sebab menjadi disebabkan sehingga kalimat menjadi
(2a) Kecelakaan lalu lintas itu disebabkan kecerobohan sopir.
S P Pel.
Mengubah sebab menjadi disebabkan sehingga kalimat menjadi
(2a) Kecelakaan lalu lintas itu disebabkan kecerobohan sopir.
S P Pel.
Menambahkan kata lain, misalnya kata terjadi, yang akan berfungsi sebagai P
(2b) Kecelakaan lalu lintas itu terjadi sebab kecerobohan sopir.
S P K
(2b) Kecelakaan lalu lintas itu terjadi sebab kecerobohan sopir.
S P K
Perhatikan kalimat (3) di bawah ini!
(3) Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekspedisi harus dikembalikan.
(3) Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekspedisi harus dikembalikan.
Pada kalimat tersebut terdapat konjungsi subordinatif jika dan maka. Konjungsi jika dan maka menandai bahwa klausa yang mengikuti konjungsi tersebut merupakan klausa terikat yang merupakan perluasan unsur K. Jadi, kalimat tersebut tidak memiliki S dan P sebab unsur yang ada pada kalimat tersebut semuanya K. Jika dipolakan akan terlihat polanya seperti di bawah ini
(3) Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun,
K
maka dana ekpedisi harus dikembalikan.
K
(3) Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun,
K
maka dana ekpedisi harus dikembalikan.
K
Agar menjadi kalimat baku, yang dapat dilakukan terhadap kalimat tersebut adalah menghilangkan salah satu konjungsinya tergantung pada hubungan antarklausa yang dikehendaki.
(3a) Jika ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun,
K
dana ekspedisi harus dikembalikan.
S P
Kalimat (3a) merupakan perbaikan kalimat (3) dengan menghilangkan konjungsi maka sehingga hubungan antarkalimat yang terjadi adalah hubungan syarat atau pengandaian.
(3b) Ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun
S P O
maka dana ekspedisi harus dikembalikan.
K
(3a) Jika ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun,
K
dana ekspedisi harus dikembalikan.
S P
Kalimat (3a) merupakan perbaikan kalimat (3) dengan menghilangkan konjungsi maka sehingga hubungan antarkalimat yang terjadi adalah hubungan syarat atau pengandaian.
(3b) Ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun
S P O
maka dana ekspedisi harus dikembalikan.
K
Kalimat (3b) juga merupakan hasil perbaikan kalimat (3), hanya yang dihilangkan adalah konjungsi jika dan hubungan antarklausa yang terjadi adalah hubungan akibat.
Hubungan P dengan unsur yang mengikutinya.
Unsur P dapat diikuti O, Pel., atau K bergantung pada jenis kata yang mengisi unsur P itu. Jika P ditempati oleh kata yang bukan kata kerja, berarti dalam kalimat itu tidak ada O atau Pel. Di dalam kalimat aktif transitif, hubungan P dan O sangat rapat sehingga tidak boleh disisipi preposisi. Perhatikan kalimat (4) di bawah ini.
(4) Kami akan mendiskusikan tentang hal itu nanti.
S P O
Unsur P dapat diikuti O, Pel., atau K bergantung pada jenis kata yang mengisi unsur P itu. Jika P ditempati oleh kata yang bukan kata kerja, berarti dalam kalimat itu tidak ada O atau Pel. Di dalam kalimat aktif transitif, hubungan P dan O sangat rapat sehingga tidak boleh disisipi preposisi. Perhatikan kalimat (4) di bawah ini.
(4) Kami akan mendiskusikan tentang hal itu nanti.
S P O
Berdasarkan polanya terlihat bahwa kalimat (4) adalah kalimat aktif transitif, tetapi kalimat itu menjadi tidak baku sebab antara P dan O-nya terdapat preposisi tentang. Agar menjadi kalimat baku, semestinya preposisi tentang pada kalimat itu dihilangkan sehingga kalimat menjadi
(4a) Kami akan mendiskusikan hal itu.
S P O
(4a) Kami akan mendiskusikan hal itu.
S P O
Bila kita ingin mempertahankan preposisi tentang, P kalimat (4) harus diubah menjadi kata kerja berpartikel. Agar menjadi kata kerja berpartikel, kata mendiskusikan diubah menjadi berdiskusi sehingga kalimat menjadi
(4b) Kami akan berdiskusi tentang hal itu.
S P Pel.
Jadi, perlu diingat bahwa dalam kalimat aktif transitif antara P dan O tidak boleh terdapat preposisi.
(4b) Kami akan berdiskusi tentang hal itu.
S P Pel.
Jadi, perlu diingat bahwa dalam kalimat aktif transitif antara P dan O tidak boleh terdapat preposisi.
Pemasifan dengan tepat
Berbicara tentang kalimat pasif biasanya sebagian besar di antara kita terbayang kalimat dengan P berupa kata kerja berawalan di-. Padahal, ada bentuk kalimat pasif yang justru tidak boleh mempergunakan kata kerja berawalan di-. Bilamana kita menggunakan di- atau tidak akan dijelaskan di bawah ini. Perlu diingat yang dapat dipasifkan adalah kalimat aktif transitif, selain itu tidak dapat dipasifkan.
Perhatikan kalimat (5) di bawah ini.
(5) Kita sedang membicarakan kenaikan tarif listrik.
S P O
Berbicara tentang kalimat pasif biasanya sebagian besar di antara kita terbayang kalimat dengan P berupa kata kerja berawalan di-. Padahal, ada bentuk kalimat pasif yang justru tidak boleh mempergunakan kata kerja berawalan di-. Bilamana kita menggunakan di- atau tidak akan dijelaskan di bawah ini. Perlu diingat yang dapat dipasifkan adalah kalimat aktif transitif, selain itu tidak dapat dipasifkan.
Perhatikan kalimat (5) di bawah ini.
(5) Kita sedang membicarakan kenaikan tarif listrik.
S P O
Kalimat (5) berdasarkan polanya termasuk ke dalam kalimat aktif transitif sehingga kalimat tersebut dapat dijadikan kalimat pasif. Sebelum dilakukan pemasifan, kita harus perhatikan dulu kata yang menempati unsur S. S kalimat (5) diisi oleh kata kita yang ternyata termasuk ke dalam pronomina persona (kata ganti orang) pertama. Dalam kaidah bahasa Indonesia, jika S kalimat aktif ditempati oleh pronomina persona pertama dan kedua, pemasifan tidak boleh dengan cara mengubah me- menjadi di- pada predikatnya. Langkah pemasifan dengan S berupa pronomina persona pertama dan kedua sebagai berikut
Hilangkan awalan me- pada kata yang menempati P.
Bila ada adverbia (akan, sedang telah, tidak, …) ke depan pronomina.
Bagian O pada kalimat aktifnya dapat diletakkan di awal atau akhir kalimat.
Hilangkan awalan me- pada kata yang menempati P.
Bila ada adverbia (akan, sedang telah, tidak, …) ke depan pronomina.
Bagian O pada kalimat aktifnya dapat diletakkan di awal atau akhir kalimat.
Hasil pemasifan dengan cara di atas terlihat pada kalimat di bawah ini.
(5a) Sedang kita bicarakan kenaikan tarif listrik.
(5b) Kenaikan tarif listrik sedang kita bicarakan.
(5a) Sedang kita bicarakan kenaikan tarif listrik.
(5b) Kenaikan tarif listrik sedang kita bicarakan.
Pelesapan unsur dalam kalimat majemuk
Kalimat majemuk baik setara maupun bertingkat sering mengalami pelesapan unsur yang disebabkan satu atau lebih unsur pada klausa-klausanya diisi oleh kata atau frase yang sama. Misalnya,
Kalimat majemuk baik setara maupun bertingkat sering mengalami pelesapan unsur yang disebabkan satu atau lebih unsur pada klausa-klausanya diisi oleh kata atau frase yang sama. Misalnya,
(6) Sebab tidak belajar semalam, Andika tidak bisa menjawab soal itu.
P K S P O
Kalimat (6) di atas merupakan kalimat yang mengalami pelesapan S. Asalnya kalimat itu berbunyi
(6a) Sebab Andika tidak belajar semalam, Andika tidak bisa menjawab soal itu.
S P K S P O
(6a) Sebab Andika tidak belajar semalam, Andika tidak bisa menjawab soal itu.
S P K S P O
Kalimat (6a) terdiri atas dua klausa: klausa pertama sebab Andika tidak belajar dan klausa kedua Andika tidak bisa menjawab soal itu. Kedua klausa itu ternyata memiliki S yang sama yaitu Andika. Sebab itu, kata Andika yang mengisi S pada klausa pertama harus dihilangkan agar kalimat lebih hemat. Hasil menghilangkan unsur pada salah satu klausa sebab adanya kesamaan kata/frase yang mengisi unsur yang sama pada dua klausa yang berbeda dalam satu kalimat itu disebut kalimat majemuk pelesapan.
Mari kita analisis kalimat (7) di bawah ini.
(7) Setelah dijemur seharian, Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu.
P K S P O
Kalimat (7) terdiri atas dua klausa: klausa pertama setelah dijemur seharian dan klausa kedua
Mari kita analisis kalimat (7) di bawah ini.
(7) Setelah dijemur seharian, Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu.
P K S P O
Kalimat (7) terdiri atas dua klausa: klausa pertama setelah dijemur seharian dan klausa kedua
Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu. Klausa pertama tidak memiliki S, sedangkan klausa kedua memiliki S, yaitu Ibu Tuti. Jika kita menduga bahwa kalimat (7) merupakan kalimat pelesapan S, kita akan keliru sebab S pada klausa pertama tidak mungkin Ibu Tuti.
(7a) Setelah Ibu Tuti dijemur seharian, Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu.
S P K S P O
(7a) Setelah Ibu Tuti dijemur seharian, Ibu Tuti menggoreng kerupuk itu.
S P K S P O
Rasanya sulit untuk menerima kalimat (7a) di atas sebab tidak mungkin yang dijemur dalam kalimat tersebut adalah Ibu Tuti. Jadi, kalimat (7) bukan pelesapan S. Kalaupun kita mengatakan bahwa yang dilesapkan adalah kerupuk itu, itu pun keliru sebab kerupuk itu pada klausa kedua menempati O, sedangkan klausa pertama kehilangan S. Jadi, sebenarnya kalimat (7) bukanlah kalimat baku sebab pelesapan yang terjadi pada kalimat itu tidak tepat. Jika diperbaiki, kalimat (7) semestinya berbunyi
(7b) Setelah dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
P K S P Pel.
Perubahan yang terjadi pada kalimat (7b) menghasilkan kalimat baku. Kalimat (7b) mengalami pelesapan S sebab berasal dari kalimat
(7c) Setelah kerupuk itu dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
S P K S P Pel.
(7b) Setelah dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
P K S P Pel.
Perubahan yang terjadi pada kalimat (7b) menghasilkan kalimat baku. Kalimat (7b) mengalami pelesapan S sebab berasal dari kalimat
(7c) Setelah kerupuk itu dijemur seharian, kerupuk itu digoreng oleh Ibu Tuti.
S P K S P Pel.
Memperhatikan asas kesejajaran bentuk/paralelisme
Asas kesejajaran atau paralelisme dalam kalimat merupakan penerapan peristiwa morfologis dalam proses sintaksis. Proses morfologis biasanya berkaitan dengan pemakaian imbuhan, sedangkan proses sintaksis adalah proses penyusunan sebuah kalimat. Asas kesejajaran dipakai sebab berkaitan dengan keruntutan proses berpikir.
Perhatikan kelompok kata di bawah ini.
(8) Pusat Pendidikan dan Latihan
Asas kesejajaran atau paralelisme dalam kalimat merupakan penerapan peristiwa morfologis dalam proses sintaksis. Proses morfologis biasanya berkaitan dengan pemakaian imbuhan, sedangkan proses sintaksis adalah proses penyusunan sebuah kalimat. Asas kesejajaran dipakai sebab berkaitan dengan keruntutan proses berpikir.
Perhatikan kelompok kata di bawah ini.
(8) Pusat Pendidikan dan Latihan
Kelompok kata (8) tidak menerapkan asas kesejajaran. Kata pendidikan dibentuk dari kata dasar yang diberi konfiks pe-an, sedangkan kata latihan dibentuk dari kata dasar yang diberi akhiran –an. Agar sejajar, semestinya kata latihan diganti menjadi pelatihan.
(8a) Pusat Pendidikan dan Pelatihan.
Kalimat (9) di bawah ini juga tidak menerapkan asas kesejajaran.
(9) Pak Ali mengepel lantai, menyapu halaman, dan perbaikan pintu yang rusak.
Ketidaksejajaran kalimat (9) terlihat pada ketidakkonsistenan pemakaian imbuhan, mengepel dan menyapu menggunakan awalan me-, sedangkan pada perbaikan menggunakan per-an.
(8a) Pusat Pendidikan dan Pelatihan.
Kalimat (9) di bawah ini juga tidak menerapkan asas kesejajaran.
(9) Pak Ali mengepel lantai, menyapu halaman, dan perbaikan pintu yang rusak.
Ketidaksejajaran kalimat (9) terlihat pada ketidakkonsistenan pemakaian imbuhan, mengepel dan menyapu menggunakan awalan me-, sedangkan pada perbaikan menggunakan per-an.
Bentukan Kata
Yang dimaksud bentukan kata adalah proses pengimbuhan dan makna gramatikal imbuhan. Penerapan imbuhan mempunyai kaidah atau aturan. Melekatkankan imbuhan pada kata dasar dapat menyebabkan perubahan bentuk imbuhan bergantung pada kata dasar yang dilekatinyanya agar pengucapannya menjadi lancar. Setelah dilekatkan pada kata dasar, imbuhan akan memunculkan makna yang biasanya disebut makna gramtikal. Sering kita keliru memahami makna imbuhan tersebut sehingga pemakaian kata tersebut dalam kalimat menjadi salah.
Yang dimaksud bentukan kata adalah proses pengimbuhan dan makna gramatikal imbuhan. Penerapan imbuhan mempunyai kaidah atau aturan. Melekatkankan imbuhan pada kata dasar dapat menyebabkan perubahan bentuk imbuhan bergantung pada kata dasar yang dilekatinyanya agar pengucapannya menjadi lancar. Setelah dilekatkan pada kata dasar, imbuhan akan memunculkan makna yang biasanya disebut makna gramtikal. Sering kita keliru memahami makna imbuhan tersebut sehingga pemakaian kata tersebut dalam kalimat menjadi salah.
Ketepatan Pengimbuhan
Salah satu kaidah yang perlu diingat agar pengimbuhan menjadi tepat adalah proses nasalisasi. Proses nasalisasi diambil dari istilah konsonan nasal yaitu konsonan yang dihasilkan sebab udara yang keluar dari paru-paru melalui hidung. Konsonan nasal ada empat buat, yaitu /m/, /n/, /ng/, dan /ny/. Proses nasalisasi terjadi jika awalan me- dan pe- dilekatkan kepada kata yang berfonem awal /k/, /p/, /t/, dan /s/, lalu fonem awal tersebut berubah menjadi konsonan nasal.
Contoh
me- + kirim = mengirim, /k/ pada kirim berubah menjadi /ng/
me- + pesona = memesona, /p/ pada pesona berubah menjadi /m/
me- + taati = menaati, /t/ pada taati berubah menjadi /n/
me- + sontek = menyontek, /s/ pada kata sontek berubah menjadi /ny/
Namun, me- atau pe- tidak mengalami nasalisasi jika kata yang dilekati itu berfonem awal berupa konsonan rangkap, seperti /pr/, /kr/, /tr/, dan /sk/.
Contoh
me- + protes = memprotes
me- + kritik = mengkritik
me- + traktir = mentraktir
me- + skor = menskor
Salah satu kaidah yang perlu diingat agar pengimbuhan menjadi tepat adalah proses nasalisasi. Proses nasalisasi diambil dari istilah konsonan nasal yaitu konsonan yang dihasilkan sebab udara yang keluar dari paru-paru melalui hidung. Konsonan nasal ada empat buat, yaitu /m/, /n/, /ng/, dan /ny/. Proses nasalisasi terjadi jika awalan me- dan pe- dilekatkan kepada kata yang berfonem awal /k/, /p/, /t/, dan /s/, lalu fonem awal tersebut berubah menjadi konsonan nasal.
Contoh
me- + kirim = mengirim, /k/ pada kirim berubah menjadi /ng/
me- + pesona = memesona, /p/ pada pesona berubah menjadi /m/
me- + taati = menaati, /t/ pada taati berubah menjadi /n/
me- + sontek = menyontek, /s/ pada kata sontek berubah menjadi /ny/
Namun, me- atau pe- tidak mengalami nasalisasi jika kata yang dilekati itu berfonem awal berupa konsonan rangkap, seperti /pr/, /kr/, /tr/, dan /sk/.
Contoh
me- + protes = memprotes
me- + kritik = mengkritik
me- + traktir = mentraktir
me- + skor = menskor
Jadi, kalimat yang memiliki S-P atau kalimat sempurna tidak bisa disebut kalimat baku apabila dalam kalimat tersebut terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat.
Misalnya kalimat (10) di bawah ini
(10) Kami tidak mempercayai berita-berita tersebut lagi.
S P O
Kalimat (10) adalah kalimat sempurna, tetapi kalimat tersebut tidak disebut kalimat baku sebab terdapat kata yang salah, yaitu kata mempercayai, yang semestinya memercayai.
Misalnya kalimat (10) di bawah ini
(10) Kami tidak mempercayai berita-berita tersebut lagi.
S P O
Kalimat (10) adalah kalimat sempurna, tetapi kalimat tersebut tidak disebut kalimat baku sebab terdapat kata yang salah, yaitu kata mempercayai, yang semestinya memercayai.
Ketepatan makna imbuhan
Imbuhan memiliki makna gramatikal, yaitu makna yang muncul setelah imbuhan itu dilekatkan pada sebuah kata. Imbuhan tidak memiliki makna leksikal; sebuah imbuhan tidak memiliki arti apa pun sebelum imbuhan itu dilekatkan kepada sebuah kata. Kaitannya dengan kalimat baku adalah kesalahan menggunakan imbuhan akan menyebabkan makna yang terbentuk pada kalimat pun ada kemungkinan keliru.
Imbuhan memiliki makna gramatikal, yaitu makna yang muncul setelah imbuhan itu dilekatkan pada sebuah kata. Imbuhan tidak memiliki makna leksikal; sebuah imbuhan tidak memiliki arti apa pun sebelum imbuhan itu dilekatkan kepada sebuah kata. Kaitannya dengan kalimat baku adalah kesalahan menggunakan imbuhan akan menyebabkan makna yang terbentuk pada kalimat pun ada kemungkinan keliru.
Imbuhan me-i dan me-kan memiliki perbedaan makna meskipun dengan jumlah sedikit ada juga persamaannya. Apakah kata yang berimbuhan me-i ataukah me-kan yang harus dipergunakan dalam sebuah kalimat bergantung kepada makna keseluruhan kalimat yang ingin disampaikan.
Perhatikan pasangan kata di bawah ini.
menugasi = ‘menyerahi seseorang tugas’
menugaskan = ‘menyerahkan tugas, pekerjaan’
membawahi = ‘menempatkan diri di bawah perintah seseorang’
membawahkan= ‘menempatkan (sesuatu) di bawah’
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
(11) Presiden menugaskan Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
Kalimat (11) bukanlah kalimat baku sebab terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat, yaitu menugaskan. Seharusnya, sesuai dengan kalimat (11), kata yang tepat adalah menugasi bukan menugaskan. Perbaikan yang tepat untuk kalimat (11) sebagaimana terlihat pada kalimat di bawah ini
(11a) Presiden menugasi Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
(11b) Presiden menugaskan penyelesaian kasus itu kepada Mendiknas.
Kalimat (12) di bawah ini juga bukan kalimat baku.
(12) Presiden membawahi menteri-menteri.
Makna keseluruhan kalimat (12) di atas adalah ‘Presiden menempatkan diri di bawah perintah menteri-menteri” sehingga kalimat itu menjadi tidak baku. Oleh karena itu, perbaikan untuk kalimat (12) adalah
(12a) Presiden membawahkan menteri-menteri.
(12b) Menteri-menteri membawahi Presdien.
Perhatikan pasangan kata di bawah ini.
menugasi = ‘menyerahi seseorang tugas’
menugaskan = ‘menyerahkan tugas, pekerjaan’
membawahi = ‘menempatkan diri di bawah perintah seseorang’
membawahkan= ‘menempatkan (sesuatu) di bawah’
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
(11) Presiden menugaskan Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
Kalimat (11) bukanlah kalimat baku sebab terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat, yaitu menugaskan. Seharusnya, sesuai dengan kalimat (11), kata yang tepat adalah menugasi bukan menugaskan. Perbaikan yang tepat untuk kalimat (11) sebagaimana terlihat pada kalimat di bawah ini
(11a) Presiden menugasi Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
(11b) Presiden menugaskan penyelesaian kasus itu kepada Mendiknas.
Kalimat (12) di bawah ini juga bukan kalimat baku.
(12) Presiden membawahi menteri-menteri.
Makna keseluruhan kalimat (12) di atas adalah ‘Presiden menempatkan diri di bawah perintah menteri-menteri” sehingga kalimat itu menjadi tidak baku. Oleh karena itu, perbaikan untuk kalimat (12) adalah
(12a) Presiden membawahkan menteri-menteri.
(12b) Menteri-menteri membawahi Presdien.
Kehematan
Kalimat baku pun harus memperhatikan kehematan, yaitu menghindari pemakaian kata yang mubazir. Pemakaian kata mubazir biasanya terjadi akibat adanya pleonasme atau tautologi dalam kalimat tersebut. Yang dimaksud dengan pleonasme adalah sebuah usaha menjelaskan sebuah gagasan/ide yang sudah jelas, sedangkan tautologi adalah usaha menjelaskan sebuah gagasan/ide dengan gagasan/ide lain yang memiliki makna yang sama.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
(13) Para hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
(14) Saya melihat peristiwa itu dengan mata kepala saya sendiri.
(15) Buku kuliahnya sangat tebal sekali.
Perbaikan kalimat-kalimat di atas adalah
(13a) Hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
(14a) Saya melihat peristiwa itu.
(15a) Buku kuliahnya sangat tebal.
Kalimat baku pun harus memperhatikan kehematan, yaitu menghindari pemakaian kata yang mubazir. Pemakaian kata mubazir biasanya terjadi akibat adanya pleonasme atau tautologi dalam kalimat tersebut. Yang dimaksud dengan pleonasme adalah sebuah usaha menjelaskan sebuah gagasan/ide yang sudah jelas, sedangkan tautologi adalah usaha menjelaskan sebuah gagasan/ide dengan gagasan/ide lain yang memiliki makna yang sama.
Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
(13) Para hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
(14) Saya melihat peristiwa itu dengan mata kepala saya sendiri.
(15) Buku kuliahnya sangat tebal sekali.
Perbaikan kalimat-kalimat di atas adalah
(13a) Hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
(14a) Saya melihat peristiwa itu.
(15a) Buku kuliahnya sangat tebal.
0 Response to "KALIMAT BAKU"
Posting Komentar